BANDA ACEH,KABARDAILY.COM | Prodi Kajian Sastra dan Budaya Institut Seni Budaya Indonesia Aceh sukses menggelar Duek Pakat Kajian Sastra dan Budaya di Vesco Kopi, Banda Aceh, Sabtu (13/07/2024)
Kegiatan yang dibuka untuk umum juga, mendapatkan apresiasi yang luar biasa dari masyarakat muda Aceh.
Tercatat hingga hari terakhir pendaftaran, 12 Juli 2024, antusiasi pendaftar tergolong cukup tinggi. Setidaknya tercatat 50 orang telah mendaftarkan diri menjadi peserta secara online melalui link yang telah disebarkan oleh panitia sejak Senin, 8 Juli 2024.
Mayoritas pendaftar berasal dari organisasi dan komunitas seni budaya, dan industry kreatif lainnya. Selain itu, dari sivitas perguruan tinggi juga meramaikan kegiatan ini. Tercatat ada Telaga Art, Jamboe Kreatif, Komunitas Sahabat Muda Aceh, Forum Lingkar Pena Aceh, Sanggar Sanggar Meusyeuhu Aceh Dengoen Seni (MADOS), Komunitas Pecinta Adat dan Kebudayaan Kluet (KOMPAKK), IKADUBAS, Berucap.id, Sisbuku, Nata The Kongkow, Komunitas Rumah Relawan, dan Biblipedia.
Dari kalangan perguruan tinggi dan instansi lainnya, tercatat ada ISBI Aceh, Balai Bahasa Aceh, UGM, Universitas Iskandar Muda, Universitas Syiah Kuala, Akper Kesdam, SMAN 4 Banda Aceh, BSP Aceh, dan Baitul Arqam.
Yang paling mengejutkan adalah hadirnya Teuku Abdullah Sakti, seorang peminat budaya dan Sastra Aceh. Membincangkan sastra dan budaya Aceh tampaknya selalu kurang jika tanpa kehadiran beliau.
Duek Pakat ini merupakan kegiatan pertama dari Prodi Kajian Sastra dan Budaya mengangkat isu-isu terkini tentang sastra dan budaya di Aceh. Dengan mengusung tema “Dimanakah Sastra dan Budaya Aceh sekarang?, kegiatan ini berlangsung dengan penuh antusias dari setiap pengunjung.
Perbincangan dibuka oleh Achmad Zaki, M.A., Filolog, sebagai pemantik diskusi memberikan pemaparan tentang kondisi sastra dan budaya Aceh saat ini. Ia menjelaskan dari sudut padang filolog bagaimana terdapat kesenjangann antara sastra dan budaya Aceh di masa lalu dan kini.
Hal ini memicu beberap tanda tanya dari peserta,. Sebelum dipersilahkan mengajukan pertanyaan,
Selanjutnya, Iskandar memantik peserta dengan menyatakan labelisasi yang menyebakan eksklusifnya keseniann.
“-“sastra-kan” atau meng-“seni-kan” sesuatu secara eksklusif, sehingga hal-hal yang sebenarnya sudah menjadi bagian dari keseharian masyarakat kemudian menjadi sesuatu yang eksklusif dan hanya dikonsumsi oleh kalangan tertentu. Hal ini, menurutnya, telah menyebabkan punahnya banyak bentuk kesenian dan pemahaman masyarakat terhadap sastra dan kesenian,” tuturnya kepada peserta.
Raihan Lubis, sebagai pegiat literasi turut serta memberikan pandangannya tentang adanya transformasi Sastra Aceh dari Abad 17 sampai abad 21. Ia menyampaikan bahwa pada penghujung abad ke-18, karya sastra Aceh mulai menggunakan Bahasa Aceh. Selain itu, karya non-fiksi tentang Aceh didominasi oleh penulis-penulis Eropa dan orientalis. Sedangkan abad ke-20 sampai abad ke-21, barulah muncul karya sastra di Aceh dalam bentuk novel yang mengangkat tema situasi Aceh kekinian (perang, konflik, syariat Islam, dll.
Achmad Zaki yang juga turut memantik diskusi menambahkan dan sekaligus merespon pertanyaan tentang apa kontribusi ISBI Aceh terhadap budaya. Zaki merespon pertanyaan tersebut dengan mengajak seluruh elemen masyarkat untuk tidak mendistribuskan tanggung jawab kepada setiap individu.
“Sesungguhnya kontribus idealnya datang dari kedua belah pihak. ISBI Aceh telah memfasilitasi adanya wadah akademis. Seperti kegiatan yang dilaksanakan hari ini. Dan kita pun sebeagai masyarakat perlu untuk menanyakan kepada diri kita pribadi apa yang telah kita perbuat untuk melestarikan dan memasyarakatkan sastra dan budaya Aceh,” ungkap dosen prodi Kajian Sastra dan Budaya Aceh.
Diskusi berjalan hangat terseut turut mendapatkan atensi dari pakar sastra dan Budaya Aceh T.A Sakti serta beberapa rekomendasi. Ia yang juga turut hadir pada kegiatan tersebut meberikan pandangannya bagaimana seharusnya Duek Pakat dilaksanakan. Ia memaparkan pentingnya format kegiatan Duek Pakat yang mengajak serta para peserta untuk terlibat langsung untuk berdiskusi kelompok dengan topik seputar sastra dan budaya Aceh.
Menanggapi hal ini, korprodi Kajian Sastra dan Budaya, Muhammad Fadli Muslimin, M.A., dijumpai pasca kegiatan Duek Pakat menyambut baik dengan akan melaksankan Duek Pakat dengan format tersebut. Ia juga turut menyampaikan ucapan terima kasih atas kehadiran T.A Sakti pada acara tersebut dan berjanji akan melaksanakan kegiatan Duek Pakat ini secara berkala dengan isu-isu terkini lainnya.
Sebelum kegiatan ini ditutup, Lismalinda, S.Pd., M.A., turut ambil bagian dalam mempresentasikan tentang penyelenggara Acara, yaitu prodi kajian sastra dan budaya. Ia memulai dengan menceritakan visi misi, prospek lulusan, dan keunggulan program studi ini. Pemaparannya juga ditutup dengan informasi tentang penerimaan mahasiswa baru ISBI Aceh jalur mandiri khusus yang memberikan akses seluasnya bagi seniman dan budayawan tanpa batas usia yang telah menyelesaikan Pendidikan SMA/sederajat untuk dapat meraih gelar akademik seni dan budaya di ISBI Aceh.
“Kami berharap kegiatan ini bukanlah kegiatan terkahir. Ini baru awal dari serangkaian kegiatan lanjutan tentang diskusi-diskusi terkini tentang sastra dan budaya Aceh,” ungkap Fadli Muslimin, coordinator prodi Kajian Sastra dan Budaya yang dimintai keterangannya selama di Nagan Raya dan Meulaboh yang juga pada saat yang sama sedang melakukan sosialiasi kampus ISBI Aceh.
Antusias yang luar biasa dari berbagai elemen masyarakat mendorong prodi Kajian Sastra dan Budaya ISBI Aceh untuk dapat menggelar rangakain kegiatan Duek Pakat dengan tema dan narasumber yang berbeda.