The Blog

Jantho, isbiaceh.ac.id – Kongres Peradaban Aceh (KPA) 2024 akan dibuka nanti malam, Senin (6/5/2024) di Lapangan Bungong Jumpa Kota Jantho, Aceh Besar.

Kemudian kongres yang melibatkan sekitar 500-an dari berbagai kalangan dan ribuan masyarakat sekitar sebagai penonton, akan berlangsung selama tiga malam berturut-turut.

Keterangan ini disampaikan Ketua Panitia Kongres Peradaban Aceh (KPA) II 2024, Ichsan, MSn, Senin (6/5/2024) di Jantho.

Ichsan menjelaskan, KPA 2024 itu, dirangkai dengan berbagai kegiatan, seperti kemah seniman, pertunjukan, pameran, dan aneka workshop seni.

“Kegiatan KPA ini kolaborasi dengan insan dan kampus ISBI, seniman, pemerintah daerah, dan berbagai pihak di Aceh dan luar Aceh,” ucap Ichsan.

KPA ujar Ichsan, menjadi ruang bersama untuk menghidupkan kesenian dan aktifitas masyarakat di Aceh Besar, khususnya Jantho, dan memajukan Aceh secara umum.

Sementara itu Rektor ISBI Aceh, Prof DR Wildan Abdullah menjelaskan, KPA yang digelar di Kampus ISBI itu, membahas isu penguatan seni dab budaya.

Kongres ini, ulas Rektor, akan mengukuhkan tema “Penguatan Seni dan Budaya di Era Kecerdasan Artifisial.”

Menurut Wildan Abdullah, dunia digital dan kecerdasan buatan seperti mata pisau yang bisa menjadi alat untuk mendukung kesenian dan kebudayaan, tetapi jika salah menggunakannya bisa menjadi mesin pembunuh kreativitas.

“Kecerdasan buatan kini bisa menjadi pencipta karya seni. Ini adalah tantangan bagi seniman dan budayawan,” tegas Wildan.

Seniman dan pegiat kebudayaan, tambah Wildan, tidak boleh apatis terhadap perubahan yang terjadi dan berubah secara dahsyat. Sebagai insan budaya harus siap dan menyesuaikan dengan perubahan tersebut.

Kekuatan karya seni ciptaan seniman adalah olahan kreativitas. Dengan kreativitas seniman bisa melampaui robot-robot cerdas dan mesin pintar.

“Seniman perlu lebih kuat dan intensif melakukan eksplorasi ide dan gagasan demi menciptakan kebaruan dalam karya-karyanya. Kebaruan itulah yang akan selalu menjadi nilai lebih,” kata Wildan.

KPA 2024 akan diperkuat dengan konferensi internasional dengan pembicara dari dalam dan luar negeri, antara lain, DR Restu Gunawan (Direktur Pembinaan Tenaga dan Kelembagaan Kebudayaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan).

Kemudian, Komjen Pol (Purn.) Prof. H. Iza Fadri (Duta Besar Myanmar 2018-2023), dan Dr. Saparudin Barus, ST, MM (Pusat Sejarah Tentara Nasional Indonesia), Dr. James Bennett (Museum & Seni Northern Territory, Australia), dan Dr. Roostum Vansu (Universitas Srinakhairinwirot, Thailand).

Selain itu tampil pula, Dr. Muqtedar Khan (Universitas Delaware, Amerika Serikat), dan Prof. Dr. Khairul Azril Ismail (National Academy of Arts, Culture, dan Warisan, Malaysia).

Kongres juga dibahani dengan diskusi panel dengan narasumber DR Fachry Ali (cendikiawan), Dr. Mustafa Abubakar (Ketua Diaspora Global Aceh dan mantan Menteri BUMN), Ismail Rasyid (pengusaha nasional asal Aceh), dan Reza Idria dari UIN Ar Raniry Banda Aceh.

Dalam kesempatan itu, ada pembacaan pidato Prof AD Pirous oleh arsitek Aceh di Bandung, DR Kamal A Arief.

Prof AD Pirous seyogianya akan menyampaikan pokok-pokok pikiran dalam pidato tentang peradaban Aceh di pembukaan Kongres. Beliau telah pula membuat naskah pidato itu. Namun Tuhan berkehendak lain Allah SWT telah memanggilnya ke hadiratnya belum lama ini,” kata Wildan.

DR Ahmad Farhan Hamid, salah seorang inisiator dan tim pengarah kongres mengatakan, KPA 2015 berfokus pada penguatan bahasa-bahasa lokal di Aceh.

Salah satu rekomendasinya membuat ejaan bahasa Aceh dan bahasa-bahasa lokal lainnya di Aceh.

“Forum KPA 2015 telah menyelesaikan penyusunan tata bahasa Aceh. Kami berharap draft tata bahasa Aceh itu bisa dikukuhkan pada KPA 2024 ini,” ujar Wakil Ketua MPR RI Periode 2009-2014 tersebut.

Farhan menambahkan banyak isu kesenian dan kebudayaan perlu menjadi perhatian. Salah satu tantangannya adalah teknologi dan kecerdasan buatan.

Oleh sebab itu, sebut Farhan, perlu mempunyai sikap bijak dalam menghadapi kecerdasan artifisial ini, yaitu menggunakan teknologi dan kecerdasan buatan itu untuk memperkuat seni dan budaya Aceh.

Menurut Farhan, KPA 2024 merupakan hasil dari kolaborasi pemikiran dan gagasan dari para penggagas awal seperti dirinya, seniman Fikar W Eda, Mustafa Ismail, dan tokoh-tokoh Aceh dari berbagai bidang seperti Prof Wildan, prof Mohd Harun, Prof DR Kamaruzzaman Bustamam Ahmad, Yermen Dinamikan, Al Munzir, Piet Rusdi, dan DR Adli Abdullah.

“Mereka duduk di tim pengarah dan telah memberi warna dan muatan penting kongres kali ini,” imbuh Farhan.

Farhan berharap Kongres 2024 ini mengahasilkan rekomendasi strategis untuk memperkuat seni dan budaya Aceh.

“Kami berharap peserta kongres berhasil memetakan berbagai persoalan seni dan budaya dan melahirkan solusi strategis untuk memajukannya,” pungkas Farhan. []

Tags:acehAceh Besarisbi acehKongresPeradabanAcehKota JanthoKPA IIpinto.coseni budaya