The Blog

kabardaily.com – Tepat 6 Oktober 2023, Institut Seni Budaya Indonesia Aceh (ISBI Aceh) genap berusia sembilan tahun. Berbagai acara diadakan di kampus induk ISBI Aceh, kampus utama yang baru saja diresmikan di Gampong Bukit Meusara, Kota Jantho.

Diantara acara-acara tersebut adalah panggung pertunjukan seni budaya, pameran seni rupa dan desain, orasi ilmiah internasional, serta aktifitas perlombaan dan bazar seni.

Rangkaian kegiatan hari ulang tahun atau Dies Natalis ke-9 tersebut, diikuti oleh ratusan civitas akademika ISBI Aceh dan masyarakat yang sejak pagi hingga petang memenuhi area kampus.

Dies Natalis ISBI Aceh yang ke-9 mengangkat tema Merajut Seni, Merawat Budaya. Kata “Merajut” dan selanjutnya “Merawat” tentu memiliki makna implisit, yang menggambarkan peran ISBI Aceh hadir di Bumi Aceh selama sembilan tahun.

Di tengah perbukitan hijau Jantho, ISBI Aceh telah merajut dan merawat program-program studi (prodi) seni dan budaya dengan penuh semangat.
Selama sembilan tahun, ISBI Aceh telah berhasil membuka sembilan prodi: Seni Rupa Murni, Kriya Seni, Desain Komunikasi Visual, Seni Tari, Seni Karawitan, dan Seni Teater, serta tiga prodi baru: Desain Interior, Kajian Sastra Budaya, dan Bahasa Aceh.

Setiap prodi tidak akan kuat tanpa prodi yang lain, yang saling merajut seni dan merawat budaya bangsa.

Sambil merenungkan usia sembilan tahun, mari kita jelajahi dua kata filosofis yang diangkat sebagai tema Dies Natalis ke-9 ISBI Aceh, yaitu Merajut Seni dan Merawat Budaya. Pertama, ISBI Aceh Sebagai Perajut Seni. Karya-karya di ISBI Aceh, baik karya seni rupa dan desain: lukisan, trimatra, fotografi, seni grafis, maupun seni pertunjukan: musik, puisi, tarian, dan pertunjukan teatrikal, dibuat dengan rajutan benang-benang proses yang panjang.

Karya yang dapat disaksikan dalam acara Dies Natalis ke-9 ISBI Aceh mungkin hanya memperlihatkan hasil akhir. Namun jika kita ikuti proses demi proses yang terjadi selama pembuatan, pengajaran di kelas, malam-malam latihan dan eksplorasi ide, maka karya-karya tersebut merupakan kumpulan ikatan kerja sama yang saling terjalin, antara proses pendalaman konteks, substansi, kritik, hingga hasil finalisasi yang bermakna.

Dari makna filosofis pertama, kita dapat melihat ISBI Aceh sebagai Perawat Budaya Bangsa. Waktu dulu, seni dan budaya dibina dalam gampong-gampong, mukim-mukim, bahkan sagi-sagi di masyarakat.

Entah penjajahan kolonial, atau modernisasi, yang membuat seni dan budaya bangsa terputus-putus. Tapi lupakan sejenak sebab-sebab itu, sebelum kita saling menuduh dan memperburuk keadaan.

Melalui Dies Natalis ke-9 ISBI Aceh ini, kita dapat melihat kiprah ISBI Aceh sebagai perawat budaya bangsa. Gaya seni barat dikembangkan oleh ISBI Aceh dengan menyandingkan ide-ide dari kebudayaan lokal. ISBI Aceh bukan mengkotak-kotakkan antara yang barat dan timur, yang tradisional dan modern, namun menjadi penyambung lintas dunia, untuk menemukan gagasan-gagasan baru di tengah masyarakat. Di sini, di ISBI Aceh, ilmu-ilmu kebudayaan dikaji dan dikembangkan.

Mungkin itulah salah satu cara untuk menjaga kebudayaan. Kajian-kajian tersebut tidak lantas terduduk diam di dalam kumpulan kertas, melainkan berkembang ke dalam karya-karya indah dan bermakna.

Melalui jalan ini, perlahan, ISBI Aceh membangun kembali kepercayaan diri masyarakat untuk kembali ingin menjadi bagian dari kebudayaan bangsa.

Dari keseluruhan makna tersebut, kita dapat melihat ISBI Aceh sebagai pemersatu bangsa.

Di ISBI Aceh, semboyan Bhineka Tunggal Ika, betul-betul terasa. Ragam suku, ras, agama, dan bangsa bersatu padu memikirkan dan menggoreskan karya-karya bersama.

Walaupun letak ISBI Aceh berada di ujung utara pulau Sumatra, mahasiswa, dosen dan tenaga kependidikan di ISBI Aceh berasal dari berbagai daerah di Indonesia.

Iklim keberagaman tersebut memberikan potensi pengembangan seni dan budaya yang sangat besar di ISBI Aceh.

Warna-warni di ISBI Aceh bukanlah menjadi perbedaan yang perlu dibatas-batasi. Tapi perlu dimaknai, bahwa setiap bagian di ISBI Aceh saling melengkapi, bersatu untuk memperkuat seni dan budaya bangsa.

Sembilan tahun masih tergolong usia yang muda untuk sebuah institusi pendidikan tinggi. Rajutan seni dan budaya yang dibangun oleh ISBI Aceh belum selesai, dan masih harus terus berlanjut.

Dalam momen Dies Natalis ke-9 ISBI Aceh ini, kita semua berharap ISBI Aceh terus merajut berbagai pengembangan dan prestasi.

Pembukaan prodi baru, capaian akreditasi baik, prestasi mahasiswa dan dosen di tingkat nasional maupun internasional, training dosen dan tenaga kependidikan di luar negeri, serta peningkatan jumlah mahasiswa baru yang signifikan, merupakan rajutan yang kuat di beberapa tahun ini. Pada tahun-tahun mendatang, kita juga berharap akan lebih banyak lagi prestasi maupun karya-karya civitas akademika ISBI Aceh dapat menembus level nasional maupun internasional. Dengan begitu, ISBI Aceh dapat menjadi institusi yang semakin kuat untuk merajut seni dan merawat budaya bangsa.

Penulis : Muhammad Naufal Fadhil, S.Ars., M.Arch.
Dosen Program Studi S1 Desain Interior ISBI Aceh
(naufalfadhil@isbiaceh.ac.id).[*]