The Blog

Prof. Dr. WILDAN, M.Pd., Rektor Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Aceh, melaporkan dari Cirebon, Jawa Barat

Awal hingga medio November ini merupakan masa yang sangat padat kegiatan bagi pimpinan perguruan tinggi. Kali ini para rektor berkunjung ke Program Studi di Luar Kampus Utama (PSDKU) ITB Kampus Cirebon dalam rangka praktik baik bagi semua PTN di Indonesia.

Sejumlah materi dari para narasumber disajikan. Topiknya menyangkut kebijakan pengelolaan PSDKU di PTN, mekanisme penyiapan SDM PSDKU, ‘best practice’ pengelolaan PSDKU, komitmen pemerintah daerah dalam pengelolaan PSDKU ITB, ‘sharing; pengalaman pengelolaan PSDKU ITB Kampus Cirebon, kunjungan UMKM binaan kampus di Ceribon, dan diakhiri dengan diskusi persiapan PSDKU.
PSDKU dapat dibuka pada jenis pendidikan akademik dan vokasi, untuk program diploma, sarjana, magister, dan doktor. Yang penting, memenuhi prasarana dan sarana, seperti ruang kuliah paling sedikit 1 m2 per mahasiswa; ruang dosen tetap paling sedikit 4 m2 per orang; ruang administrasi dan kantor paling sedikit 4 m2 per orang; ruang perpustakaan paling sedikit 200 m2, termasuk ruang baca yang harus dikembangkan sesuai dengan pertambahan jumlah mahasiswa.

Selain itu, buku paling sedikit 200 judul per PSDKU sesuai dengan bidang ilmu dan teknologi dari PSDKU tersebut; memiliki koleksi atau akses paling sedikit satu jurnal dengan volume lengkap untuk setiap PSDKU; dan ruang laboratorium, komputer, serta sarana praktikum dan/atau penelitian sesuai dengan kebutuhan setiap PSDKU, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan. PSDKU harus memiliki kurikulum, metode pengajaran, fasilitas, dan kualitas yang setara dengan prodi di kampus utama. Tentu yang utama adalah perolehan izin dari kementerian. Paling tidak, 32 PTN dan 38 PTS sudah menyelenggarakan PSDKU ini, termasuk USK.

Fokus laporan perjalanan ini adalah PSDKU ITB di Cirebon. Para pimpinan PTN bersama pasangan yang sebelumnya sudah kumpul dan menginap di kawasan Senayan, harus sudah siap-siap sejak subuh, sekitar pukul 04.12 pagi.

Pukul 05.30 kami sudah memulai sarapan di resto Century Park. Pukul 06.45 harus check out hotel (dan booking kamar untuk sekembali dari Cirebon). Perjalanan ke Cirebon dikendalikan oleh panitia, melalui travel, dan harus sudah ada di bus pada pukul 07.00 WIB. Ternyata memang bus mulai bergerak pada pukul 07.35 tepat.

Bus melalui Tol Jakarta–Cikampek. Sopir menurunkan layar monitor di bagian depan. Lantas ia memilih dan menayangkan musik berbasis koplo Cirebon. Ibu-ibu setengah baya meminta lagu nasional saja. Berputarlah, di antaranya, Kisah Kasih di Sekolah; Kucari Jakan Terbaik; Di Sini di Batas Kota; Kereta Senja; Jangan Sakiti Hatinya; Kupu-Kupu Malam; dan Andai Kau Datang.

Para rektor tertidur. Rektor di bus 1 terlena. Senyap dalam irama musik masa lalu.
Bus rombongan para rektor dipandu patwal dari Ditlantas Polda Metro Jaya (01.706). Perjalanan kali ini pun menjadi lancar. Tanpa terasa, Kampus Unisma Bekasi sudah dilewati. Universitas Bina Sarana Informatika Kampus Cut Meutia Bekasi (UBSI Bekasi) dan Cibitung terlampaui; sebentar lagi yang di Cikarang. Universitas Islam 45 kami selipi.

Bus terus melaju. Tampak dari jauh, di arah kiri, arah utara tol ini, ada Kosambi mewangi.

Sebelum memasuki Cirebon, kami terlebih dahulu melewati Majalengka dan Taman Nasional Gunung Cirmai di Kuningan. Semuanya di arah selatan. Jika ke kanan, akan memasuki tol Cipularang. Bus melaju lurus, memasuki tol Cikopo–Palimanan.

Tampak di kiri kanan tol ini alam nan indah. Alam persawahan Cipeuduiy memberi aroma hening selepas panen padi. Kiri kanan tol ini menjadi saksi bahwa konsumsi beras Jakarta disupali dari sini.

Jarum jam menunjukkan pukul 09.12 menjelang siang. Kami memasuki Rest Area Km 101 B Tol Cipali. Para rektor dan pasangan turun, rehat sejenak. Bergegas menuju toilet gratis. Para ahli isap pun dibikin senang. Rokok sebatang dua pun memberi rasa nyaman.
Saat bus jalan lagi, lagu-lagu nostalgia ‘80-an dan ‘90-an terus mengalun. Sopir bagai paham bahwa para penumpang rerata berusia di atas setengah baya. Nyanyian bertajuk Bukit Berbunga, Kereta Senja, Sepanjang Jalan Kenangan, atau Widuri disahuti hampir di saban hati penghuni bus ini. Malu-malu hendak bersuara serak senja.

Kota Cirebon tersisa 95 km lagi. Itu sekitar 1,16 menit perjalanan. Selepas Babakan Gebang, ada tol ke arah kanan, tol Cisumdawu. Jalan itu menembus ke Sumedang, lokasi Cut Nyak Dhien dibuang dan dikuburkan. Tol itu juga menembus ke Kota Bandung, ibu kota Jawa Barat.

Rupanya kami mengambil arah kiri. Bus menuju Standford Running Track ITB, Institut Teknologi Bandung Kampus Cirebon.
Saat bus jalan lagi, lagu-lagu nostalgia ‘80-an dan ‘90-an terus mengalun. Sopir bagai paham bahwa para penumpang rerata berusia di atas setengah baya. Nyanyian bertajuk Bukit Berbunga, Kereta Senja, Sepanjang Jalan Kenangan, atau Widuri disahuti hampir di saban hati penghuni bus ini. Malu-malu hendak bersuara serak senja.

Kota Cirebon tersisa 95 km lagi. Itu sekitar 1,16 menit perjalanan. Selepas Babakan Gebang, ada tol ke arah kanan, tol Cisumdawu. Jalan itu menembus ke Sumedang, lokasi Cut Nyak Dhien dibuang dan dikuburkan. Tol itu juga menembus ke Kota Bandung, ibu kota Jawa Barat.

Rupanya kami mengambil arah kiri. Bus menuju Standford Running Track ITB, Institut Teknologi Bandung Kampus Cirebon.
Sebelum kembali ke Jakarta para rektor diberi kesempatan menyaksikan prosesi pernikahan dan pesta ala adat Cirebon di Hotel Apita Cirebon. Diperkirakan, tepat pukul 12.30 siang, rombongan akan kembali ke Jakarta. Sayonara, さようなら, Cirebon yang historik dan eksotik! < [email protected]>